Senin, 13 Mei 2013

KISAH MENYENTUH, ... "KU PENUHI PESANMU, RAHMA

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Muharram 1405 H, ...
"Kenalkan, ini Rahma, baru tiga hari di sini," ucap ibu pemilik rumah kost yang akan kutempati.

Senyum manis dan tatap mata yang ramah menghiasi wajahmu. Jilbab putih yang kau pakai semakin menambah keanggunan si pemilik wajah yang memang cantik.

"Wilfa ..., panggil saja Ifa," kataku sambil mengulurkan tangan. Engkau menyambut dan menggenggam tanganku erat. "Rahma....," katamu lembut. "Mudah-mudahan Ifa betah tinggal di sini," katamu lagi. "Mudah-mudahan," jawabku.

Itulah awal perkenalanku denganmu, mahasiswi baru asal Jogyakarta. Kita menempati satu kamar di rumah Bu Santi, pemiliknya. Sikapmu yang ramah dan terbuka membuat kita cepat akrab, sehingga teman-teman menyebut kita "Dua Sejoli," di mana ada aku di situ ada kamu.

Sejak OPSPEK sampai hari-hari pertama kuliah kita lalui bersama. Susah senang kita tanggung bersama. Maka tak heran bila hari-hari selanjutnya merupakan hari-hari yang menyenangkan bagi kita, karena masing-masing kita sudah seperti saudara satu sama lain walaupun tempat asal kita berbeda, engkau dari Jogya, sedang aku dari Bandung.

Muharram 1406 H, ...

"Subhanallah......., kau kelihatan lebih anggun dengan pakaian itu," ucapmu kagum. Aku tersipu-sipu malu. Kuperhatikan diriku di kaca dengan busana muslimah plus jilbab yang kupinjam darimu. Ya, aku berniat memakainya besok pada perayaan Tahun Baru Islam 1 Muharram di kampus kita.

Ketika menjelang tidur, fikiranku melayang pada kejadian tadi siang. Aku merasa, pantulan bayangan di cermin itu bukanlah diriku. Kulihat sosok anggun yang memancarkan cahaya iman di balik busana. Timbul hasrat di hatiku untuk bisa seperti bayangan itu.

Tapi ... akh, tidak ! Diriku masih kotor, pengetahuanku tentang Islam masih dangkal, kelakuanku masih jauh dari apa yang digariskan Islam. Aku masih suka hura-hura dan melakukan segala apa yang aku inginkan.

Terbayang olehku orang tua dan saudara-saudaraku di Bandung. Mereka, terutama Bapakku sangat mengharapkan agar aku cepat menamatkan kuliahku dan bekerja di perusahaan besar tempat di mana Bapakku memegang jabatan penting. Bapakku ingin agar aku seperti anak-anak dari teman-teman relasinya yang saling berlomba-lomba mencapai kepuasan materi.

"Ada yang kaufikirkan, Fa?" pertanyaanmu mengejutkanku. "Boleh aku tahu ?" tanyamu lagi. Aku menghela nafasku, dan berkata,"Rahma ....,sudah setahun kita bersama. Belajar ..., berdiskusi ..., bercanda ..., seakan-akan kita tak berbeda."

Aku diam sejenak, kemudian menghela nafas lagi. "Apa maksudmu, Fa ?" tanyamu sambil menatapku heran.

"Yach ..., walaupun teman-teman tidak pernah membedakan kita, tapi hati kecilku tak dapat menyangkal. Ku akui, kita tidak sama. Ma ..., masing-masing kita sudah saling tahu, siapa kau dan siapa aku. Tapi sampai sejauh itu kau tak pernah menyinggung tentang perbedaan kita. Kau tak pernah menyinggung tentang pakaian dan penampilanku," kataku hati-hati.

Engkau memandangku lekat-lekat seakan ingin berusaha mengetahui isi hatiku. "Boleh kutanya sesuatu padamu ?" tanyaku. Engkau mengangguk. "Ma ..., aku ingin tahu bagaimana perasaanmu ketika pertama kali kau kenakan busana muslimahmu itu," kataku.

Kulihat kau tersentak. Lama kau pandangi aku, kemudian berkata,"Sebelum kujawab pertanyaanmu, secara jujur kukatakan bahwa sebenarnya telah lama aku menanti pertanyaan seperti itu darimu. Dan baru sekarang kau menanyakannya, tanpa aku harus memancingmu, karena memang itulah yang aku harapkan.

Fa ..., ketika pertama kali kukenakan busana muslimah ini, berbagai perasaan ada di hatiku, sedih, terharu, takut, dan perasaan tentram campur jadi satu. Sedih, karena orang tuaku tak suka melihatku berjilbab. 'Terlalu fanatik', itu kata mereka.

Terharu, karena pertama kali dengan busana muslimah ini kuinjakkan kakiku di SMA, teman-temanku juga kakak-kakak kelasku yang sudah berjilbab menyambutku dengan haru dan memberi selamat kepadaku.

Tapi rasa takut ketika itu masih menghantuiku kalau kuingat cerita kakak-kakakku tentang sulitnya mencari pekerjaan bagi si pemakai jilbab. Tapi ..., lepas dari itu semua, ketentraman merasuk di hatiku.

Aku merasa diriku selalu berada dalam tatapan-Nya. Barulah saat itu kusadari, itulah kebahagiaan yang kucari selama ini. Yah..., kebahagiaan yang haqiqi. Akhirnya cobaan-cobaan kuhadapi dengan tabah, karena aku yakin Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya yang sungguh-sungguh melaksanakan syari'at-Nya," katamu dengan mata berkaca-kaca.

Entah mengapa, sejak itu aku mulai tertarik pada buku-buku Islam terutama buku-buku tentang wanita, aku mulai rajin mengikuti ta'lim di sela-sela kesibukan kuliah dan praktikumku. Diriku mulai terbiasa dengan rok dan kemeja lengan panjang.

Dan dalam lemariku sudah tersedia tiga buah jilbab yang senantiasa kupakai ta'lim. Hari demi hari kita semakin dekat. Engkau sering mengajakku berdiskusi tentang Islam dan hal-hal yang pada mulanya masih terasa asing bagiku. Akhirnya hasrat yang terpendam di hatiku selama ini mencapai klimaksnya.

Suatu malam kukatakan maksudku untuk berbusana muslimah kepadamu. Sambil berlinang air mata engkau memelukku dan berkata :"Ifa ..., aku bahagia atas keputusanmu, kita kita sudah betul-betul sama, tidak ada lagi perbedaan di antara kita.

Semoga engkau mendapat berkah-Nya dan semoga Dia senantiasa memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap berpegang pada syari'at-Nya." Akhirnya malam yang penuh haru itu kita isi dengan Qiyamul lail untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

Muharram 1408 H ...

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Kemarin kita telah menjalani wisuda. Semua mahasiswa rantauan termasuk kita bersiap-siap pulang ke kampung masing-masing. "Selamat tinggal, kota hujan. Kota penuh kenangan. Kota tempat kami menyatukan hati dan fikiran.

Kota tempat kami menuai benih-benih iman di hati." Itulah kata-kata terakhir dalam hatiku ketika mulai menaikkan kaki ke dalam bis yang akan membawaku ke Bandung.

Kesedihan melanda hatiku ketika dalam perjalanan fikiranku melayang, teringat kata-katamu terakhir kali saat kau mengantarku ke terminal. "Aku harap, kau bisa datang ke walimahan kami di Jogya nanti," ucapmu sedih campur bahagia. Aku pun turut bahagia karena tak lama lagi engkau akan mendapat pendamping seorang ikhwan di kota kelahiranmu.

"InsyaAllah, aku datang," ucapku bergetar menahan haru dan sedih. Waktu itu kita berjanji untuk saling berkirim kabar lewat surat. Hanya seraut wajah yang berlinang air mata dan lambaian tangan yang kulihat lewat jendela kaca bis yang mulai bergerak. "Selamat tinggal, Rahma..." ucapku dalam hati.

Kesedihanku belum reda ketika kulalui hari-hari pertamaku di Bandung, kota kelahiranku. Tak terasa sebulan berlalu, rasa rindu ingin bertemu denganmu mulai kutuangkan lewat surat pertamaku ke Jogya.

Kutulis juga permintaan maafku kepadamu atas ketidakhadiranku pada acara walimahanmu. Walau saat itu ingin rasanya aku ke sana, tapi ... musibah telah menimpa Bapakku dalam perjalanan tugasnya ke Menado.

Pesawat yang dinaikinya jatuh dan beliau dipanggil ke hadirat-Nya. Dua minggu kemudian, suratmu datang. Dalam suratmu kau mengatakan ikut merasakan kesedihanku dan berharap agar aku tabah menghadapi musibah itu.

Dari isi surat yang kau tulis, aku menangkap sinyal-sinyal kebahagiaan di balik goresanmu, ceritamu tentang Bang Hanif, suamimu yang kaubilang kelewat sabar, dan sebuah kabar gembira karena kalian sedang menunggu datangnya si buah hati.

Muharram 1410 H, ...

Dua tahun berlalu tanpa terasa. Kesibukan-kesibukanku sebagai guru sebuah TK Islam menyita hampir seluruh waktuku. Walau begitu kusempatkan diriku untuk membalas surat-suratmu. Tapi anehnya, surat terakhir yang kukirimkan dua bulan yang lalu, sampai saat ini belum kau balas.

Barangkali kau sibuk dengan Aisyah kecilmu yang sudah berlari ke sana ke mari, mengajarkannya mengaji, bernasyid, oh ... alangkah bahagianya engkau. Aku melihat diriku sendiri, seperempat abad sudah usiaku dan sampai kini masih tetap sendiri.

Tapi aku yakin, suatu saat nanti Allah akan memberikan aku seorang pendamping yang akan memberiku buah hati seperti yang kau miliki. Aku tetap sabar menunggu balasan darimu.

Suatu sore di hari Ahad, seorang perempuan setengah tua datang ke rumahku. "Ini rumah Ibu Wilfa ?" tanyanya. "Ya, benar .... saya sendiri Wilfa," jawabku. Kupersilahkan wanita itu masuk dan duduk.

Sambil mempersiapkan minuman, tak henti-hentinya aku berfikir mengingat-ingat wajah wanita itu, wajah yang seakan-akan memendam duka teramat dalam."Rasa-rasanya aku pernah melihatnya, tapi ... di mana ya ....?" fikirku.

Kupersilahkan dia minum, lalu kutanyakan maksud kedatangannya mencariku. Setelah dia memperkenalkan diri, barulah aku ingat bahwa dia adalah ibumu dari Jogya.

Engkau pernah menunjukkan foto beliau kepadaku dulu waktu kita masih kuliah. Sewaktu kutanyakan kepadanya tentang keadaanmu, wajah yang sendu itu kelihatan bertambah sedih bahkan butiran-butiran air mata mulai membasahi pipinya yang sudah mulai keriput.

Di sela-sela isak tangisnya, dia mengatakan bahwa engkau telah dipanggil ke hadirat-Nya seminggu yang lalu. Yah .... leukimia yang sejak SMA kau derita telah memisahkanmu dari mereka yang mencintaimu. Aku terhenyak mendengar ini semua, seakan tak percaya. "Rahmah, kenapa kau tak pernah bercerita padaku tentang penyakitmu," kataku terisak.

Wanita itu mengatakan bahwa engkau tak pernah menceritakan penyakit yang kau derita itu pada siapapun termasuk aku dan suamimu. Ingatanku melayang, teringat pada saat-saat terakhir bersamamu di terminal. Rupanya itulah saat terakhir aku melihatmu. Engkau telah menghadap-Nya, mudah-mudahan engkau bahagia di alam sana.

Sebelum wanita itu pulang, beliau menyerahkan sepucuk surat yang kautulis sebelum engkau pergi, dan dia berharap, agar aku dapat memenuhi permintaan terakhir di surat itu. Kubuka surat itu, dan kubaca :

"Ukhti Wilfa, maafkan bila surat terakhirmu belum sempat kubalas. Aku sudah merasa Dia akan memanggilku. Leukimia yang telah lama bersemayan di tubuhku akan segera memisahkanku dari mereka yang kucintai dan mencintaiku.

Maafkan bila selama ini aku bersalah atau berdosa kepadamu. Aku berharap engkau bisa memenuhi permintaan terakhirku. Tolong jaga Bang Hanif dan Aisyahku.

Kupercayakan mereka kepadamu. Aku sudah mengatakan masalah ini pada Bang Hanif, dan dia berjanji akan berusaha memenuhi permintaanku. Aku mengharap ketulusan hatimu, ukhti. Didiklah Aisyah bagaikan anak ukhti sendiri."

Wassalamu
Rahma

Air mataku mengalir bertambah deras. Aku hanya berdoa mudah-mudahan aku dapat melaksanakan pesanmu dengan baik.

"Aisyah ...., tolong temani dik Azzam sebentar. Umi mau buatkan susu dulu," kataku sambil berlari ke dapur.

Kesibukanku mendidik Aisyah dan Azzam bertambah kalau Bang Hanif tidak di rumah. Beliau sedang menghadiri peringatan tahun baru Islam 1 Muharram di masjid dekat rumah kami. Entah mengapa, setiap datang bulan Muharram, aku teringat kembali kepadamu, Rahma. Alhamdulillah ... aku bisa memenuhi pesan terakhirmu, dua tahun yang lalu.

Ceritanya begini : Sebulah setelah Dia memanggilmu, seorang ikhwan beserta gadis kecil berjilbab putih menemui paman dan ibuku untuk melamarku.

Walaupun aku belum pernah melihat Bang Hanif dan Aisyahmu, tapi perasaanku mengatakan itulah mereka. Setelah kuceritakan isi surat itu kepada paman, akhirnya kami pun menikah sebulan kemudian. Alhamdulillah .... sekarang kami telah memiliki dua buah hati yaitu Aisyah kita dan Azzam, buah hati kami.

Ukhti ....,telah kupenuhi pesanmu. InsyaAllah, akan kudidik mereka agar menjadi mujahid dan mujahidah yang nantinya akan membela Islam seperti apa yang kita harapkan. Amiin yaa Robbal'aalamiin.

**~# Sumber : Majalah Ummi No. 4 tahun III Shafar 1412 H/Agustus 1991

SURAT UNTUK CALON IBU MERTUA

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Sebelum saya terus menggores kata dalam tulisan ini..
ijinkan lah saya memperkenalkan diri terlebih dahulu

Duhai calon ibu mertuaku,…..
Perkenalkanlah saya adalah wanita biasa dengan kepribadian yang teramat biasa dan dari kalangan keluarga yang biasa saja…
Saya bukanlah Khadijah ra, Seorang wanita yang luar biasa dalam Sejarah wanita islam…dan teramat Mulia
Saya bukanlah Aisyah ra, Seorang yang utama dalam ketakwaannya…..
Bukan pula Fatimah Az Zahra yang sangat utama dalam Ketabahannya……..
Tidak pula seperti Zulaikha yang teramat sangat cantiknya……….
Apalagi al Khansa yang sangat pandai mendidik mujahid – mujahid kecilnya…….

Tapi,..Seperti yang saya katakan,….saya hanya wanita biasa,…
Dengan ketakwaan yang biasa….
Ketabahan yang tak seberapa,…..
Dan kecantikkan saya pun tak pantas di perhitungkan….

Namun ibu,….
Saya adalah wanita akhir zaman,….
Yang punya cita – cita, menjadi wanita Sholehah…
Yang akan berusaha mengabdi pada calon Suamiku
dan juga padamu…..Calon Ibu mertuaku….

Duhai, Calon ibu mertuaku….
Saya harap kita bisa menjadi rekan yang baik,…
Karena pernikahan adalah membuka tabir rahasia antara aku dan anakmu…
Butuh banyak kesabaran untuk menghadapi banyaknya kejutan – kejutan dari perbedaan antara kami,….
Saya berharap engkau dapat menjadi penasehat jika ku sedang dalam ke alpaan…
Menjadi pendegar yang setia saat saya ingin berbagi….
Karena sekali lagi saya bukanlah siti hajar yang sabar dalam penderitaan….

Jangan Takut dan Jangan Bersedih!

Bismillah... “Hidup ini adalah sebuah spektrum perjalanan yang panjang. Hidup di dunia ini diawali dengan kelahiran dan diakhiri dengan kematian. Terminal akhir dari kehidupan adalah untuk bertemu dengan Tuhan di syurga-Nya”.

So, Jangan Takut dan Jangan Bersedih!

Semua manusia sangat layak dan berhak mendapat apa yang mereka inginkan. Namun kita harus ingat bahwa dalam mewujudkan apapun yang kita inginkan, sesungguhnya dibutuhkan keyakinan, pengorbanan, kesungguhan dan ketekunan.

Pada prosesnya kita akan menemukan kenyataan yang tidak mulus, bahkan mungkin akan terasa pahit, membosankan dan melelahkan. Namun apapun tantangan dan problematikanya, maka nikmatilah hidup ini dengan tenang dan senang.

Karena Allah tidak akan pernah memberikan beban apapun kepada kita, melebihi kapasitas kemampuan kita. Segera bangkit dan bergerak untuk beramal yang terbaik untuk kehidupan dan masa depan kita.

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah (2): 286).

AL QURAN MENYEBUTNYA ; INILAH RAHASIA DAN PENJELASAN ILMIAH USIA 40 TAHUN #Subhanallah

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .. Penemuan ilmiah terbaru menegaskan bahwa perkembangan otak tidak sempurna (sampai pada batas kesempurnaan) kecuali di penghujung usia 40 tahun. Dan usia ini adalah usia yang ditetapkan oleh Al Qur’an 14 abad yang lalu.

Merupakan hal yang sudah diketahui bersama bahwa wahyu telah turun kepada Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika usia beliau empat puluh tahun. Dan pasti ada hikmah dari usia ini, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah memilih sesuatu kecuali di dalamnya ada hikmah yang agung.

Dan mungkin yang tampak bagi kita dari sebagian hikmah tersebut adalah bahwa pertumbuhan manusia dan kesempurnaan akalnya tidak akan munsul kecuali di penghuung usia empat puluh tahun dari umur manusia

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ..

”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a:

”Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaaf: 15)

Ayat yang mulia ini menentukan batasan usia empat puluh sebagai usia untuk kesempurnaan kekuatan fisik dan mental, atau kematangannya, atau puncaknya. Dan dengan demikian kita berada di hadapan fakta/kenyataan Quraniyyah. Dan pertanyaan kita sekarang, apakah ada fakta ilmiah yang menguatkan kebenaran firman Allah ’Azza wa Jalla (dalam masalah ini)?

Tentu saja keberadaan fakta/kenyataan ini -jika ada- akan menjadi bukti bagi mereka yang skeptis/ragu-ragu (terhadap kebenaran al-Qur’an), untuk melihat kebenaran Al Qur’an ini. Dan juga menjadi sarana bagi orang yang beriman untuk meningkatkan keimanan dan keyakinannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Inilah yang Anda cari dalam waktu yang lama, tetapi tidak mendapatkan hasil. Seluruh ilmuwan menyatakan dengan tegas bahwa kesempurnaan pertumbuhan otak terjadi pada usia kira-kira dua puluh tahunan, ini adalah apa yang ditunjukkan oleh ujicoba-ujicoba yang mereka lakukan.

Akan tetapi ada penelitian baru, yang dikirim kepadaku oleh salah seorang saudaraku -semoga Allah memberinya pahala- yang menegaskan bahwa perkembangan otak terus berlangsung hingga penghujung usia empat puluh tahunan dari umur manusia. Dan itu benar-benar sesuai dengan apa yang disebutkan oleh al-Qur’an.

Surat kabar Telegraph menerbitkan sebuah artikel berjudul:”Brain only fully ‘matures’ in middle age” yang kurang lebih artinya “Sesungguhnya perkembangan otak tetap berlangsung sampai di pertengahan umur seseorang.”

Dikatakan dalam artikel itu perkataan sebagai berikut:”Anda mungkin mengira bahwa Anda akan menjadi sepenuhnya matang (dalam berpikir) saat Anda berada di usia 21 tahun, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa otak Anda tidak berhenti perkembangannya, sampai akhir usia 40 tahunan.”

Dalam penemuan ini para ilmuwan menggunakan alat yang dinamakan alat scan fMRI (Functional magnetic resonance) yaitu sebuah alat yang sangat canggih yang bisa mengukur aktivitas dan perubahan-perubahan di daerah otak dengan cara yang menakjubkan.

Dan sebelum abad 21, tidak ada satupun ilmuwan yang mengetahui bahwa perkembangan otak tidak sampai pada kesempurnaan melainkan di akhir usia empat puluh tahunan!

Dan peneltian baru tersebut menegaskan bahwa daerah otak yang terus tumbuh adalah bagian bawah ubun-ubun atau yang dinamakan oleh para ilmuwan prefrontal cortex (korteks prefrontal), bagian paling atas dan ia adalah bagian terdepan dari otak.

Dan daerah ini berperan penting dalam pengambilan keputusan, interaksi sosial, dan fungsi-fungsi kepribadian yang lainnya, seperti perencanaan, tingkah laku, dan pemahaman terhadap orang lain. Dan bagian otak inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

Profesor Sarah-Jayne Blakemore berkata:”Sejak kurang dari 10 tahun yang lalu, kami meyakini bahwa pertumbuhan otak terhenti pada usia dini dari umur manusia.”

Kemudian dia melanjutkan:”Tetapi percobaan/ujicoba scan resonansi magnetik (fMRI) pada otak menunjukkan bahwa pertumbuhan otak akan berlanjut sepanjang usia tiga puluhan dan sampai umur empat puluh tahunan dari umur manusia! Dan Daerah yang paling penting dan paling besar pertumbuhannya adalah bagian bawah ubun-ubun.

Bagian itu adalah bagian paling atas di daerah otak depan, yang dialah yang membedakan kita sebagai manusia dengan makhluk lain.”

Di sini kita teringat ayat yang mulia, di mana pada ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala menekankan arti pentingnya ubun-ubun Nashiyah. Dia berfirman meghikayatkan perkataan Nabi Dawud ‘alaihissalam ketika berbicara kepada kaumnya:

”Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya (Nashiyah). Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.” (QS. Huud: 56)

Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan dalam do’a beliau: ”Ubun-ubunku di Tangan-Mu.”

Dan pertanyaan kita kepada setiap orang yang ragu dengan kebenaran Islam:”Bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui arti penting ubun-ubun ini (Nashiyah)?”

Dan sekarang kita kembali lagi ke ayat di awal, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

”…. Hingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a:”Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau ….” (QS. Al-Ahqaaf: 15)

Kita katakan Subhanalah! Siapa yang mengajari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menetapkan batasan umur ini kepada beliau?

Dan apakah dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui tentang arti penting umur ini, untuk beliau pilih sebagai awal mula kenabian beliau? Ataukah Allahlah Yang Maha Mengetahui sesuatu yang tersembunyi yang memilihkan untuk beliau?

Apakah dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui bahwa manusia tidak sampai pada usia kedewasaan (kematangan) kecuali pada usia empat puluh tahun? Atau apakah ada seseorang yang memberitahu hal itu kepada beliau?

Bukankah para ilmuwan Barat sendiri mengakui bahwa mereka tidaklah menguak hakekat ini kecuali di akhir tahun 2012? Maka sungguh hakekat-hakekat ini membuktikan dan menyaksikan kebenaran dan kejujuran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan kebenaran Risalah Islam.

*****

SUMBER : -kisahnyata .blogspot .com

Jumat, 10 Mei 2013

TANDA - TANDA KIAMAT

Sesungguhnya dari tanda tanda datang nya Kiamat yaitu :

Ilmu akan di angkat,

Muncul nya Kebodohan,

Tersebar nya Perzinahan,

Minuman keras atau (khamar) di jadi kan minuman.

Orang laki - laki banyak yang pergi (meninggal/jumlah nya sedikit, tinggal para wanita, sehingga keadaannya bagi 50 orang wanita untuk seorang laki - laki (banyak wanita dari pada laki - laki ).

(HR. Bukhari-Muslim)

INGIN PUNYA ANAK ? BERSEDEKAHLAH !!!

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... 

Aku sendiri pernah mengalami betapa sedekah mampu mempercepat tercapainya doa yang kita inginkan. Inilah pengalamanku .. Sejak aku menikah tahun 2001 aku termasuk agak lama punya anak yaitu di tahun 2006. Jadi hampir 5 tahun aku baru dikaruniai anak. Tahu sendiri kan bila kita nggak punya anak……selalu saja diledekin oleh saudara2.

Walaupun itu cuman “guyon” tapi lama-lama risih juga. Kadang aku berpikir memangnya aku dan istriku yang menciptakan anak?....Bukankah anak adalah titipan Allah…dan tentu saja Allah lah yang menciptakannya.

Sering aku baca surat Yasin dan membaca artinya terutama yang ayat 77 artinya : “ apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi musuh yang nyata”. Sejenak aku merasa damai dan tenang. Entah ketenangannya sesaat atau bahkan hanya bertahan sampai ada komentar baru dari teman2 dan keluarga lainnya.

Aku merasakan betapa beratnya beban yang ditanggung oleh istriku pada saat itu. Untuk itu segala usaha aku lakukan. Mulai dari periksa kedokter….minum obat-obatan….baik yang herbal maupun yang sintetik. Vitamin E menjadi makanan sehari-hari. Minum kolak kacang ijo setiap hari. Dan bahkan sampai minta doa-doa kepada saudara-saudara yang kebetulan baru naik haji dan masih banyak yang lainnya.

Waktu itu aku percaya bahwa Tuhan tentu tahu dan mengerti kondisi makhluknya. Aku berpikir positif saja bahwa mungkin belum waktunya aku memiliki seorang anak. Namun dalam doa dan ikhtiar, aku dan istriku selalu merasa bahwa suatu saat nanti kami insya Allah mempunyai anak. Seorang anak yang sholeh……dan menentramkan hati siapapun yang memandang.

Aku dan istriku juga mencoba beberapa ramuan seperti madu dan serbuk kayu manis. Kemudian selalu mengamalkan beberapa ayat dari alQuran yang diberikan oleh seorang ustad. Pokoknya apapun cara yang hallal dan rasional semua kami usahakan waktu itu.

Bahkan pernah suatu saat istriku periksa ke dokter dan dinyatakan rahimnya ada suatu infeksi dan harus minum antibiotika selama 2 bulan terus menerus. Sampai kadang2 istriku merasa mau muntah ketika melihat obat tersebut. Akhirnya aku mengatakan kepada istriku……” Nggak usah di teruskan minum antibiotikanya .. mulai sekarang kita pasrah total saja kepada Allah”.

Akhirnya aku dan istriku menikmati seluruh waktu seperti layaknya dua orang yang sedang pacaran. Kami tinggalkan semua pemikiran tentang punya anak dan berusaha mensyukuri apapun kondisi saat itu. Di samping masih mengamalkan doa-doa aku juga mencoba mengamalkan sedekah. Sedekah ini agak unik dan hanya merupakan letupan ide yang sesaat namun aku ingin sekali melakukannya.

Yaitu bila aku atau istriku bertemu dengan seseorang yang menurutku “tidak mampu” saat itu juga aku atau istriku akan memberikan sedekah kepada orang tersebut dan seraya meminta di doakan agar punya anak yang sholeh ataupun sholehah.

Entah sudah berapa kali aku dan istriku selalu melakukan itu . Baik di rumah…di pasar…atau bahkan di jalan-jalan. Saat berada di kereta api atau atau di bus kota….kalau menemukan orang2 yang “menyentuh hati”…..kami selalu memberikan sedekah berapapun dan langsung tanpa pikir panjang (spontan).

Sampai akhirnya ..sewaktu aku dan istriku sedang antri di Makro yogya. Kebetulan waktu itu pas pembukaan makro pertama kali di yogya. Sehingga banyak sekali yang antri bahkan berebut untuk mendapatkan barang2 dengan harga yang murah sekali. Tiba-tiba istriku merasa perutnya sakit dan keringat dingin.

Akhirnya aku meminta istriku untuk istirahat saja. Sore harinya periksa ke dokter kandungan di Klinik Rahmi di daerah Ngabean yogyakarta. Dan...alhamdulillah...istriku dinyatakan positif hamil…dan diharuskan untuk bath rest atau istirahat total selama 3 hari berturut-turut sampai fleknya hilang.

Dan betul selama istirahat total istriku hanya boleh ke kamar mandi selebihnya hanya berbaring selama 3 hari. Setelah 3 hari ternyata fleknya sembuh dan akhirnya boleh kembali beraktifitas biasa.

Kalo anda ingin meminta sesuatu yang besar kepada Tuhan…silahkan lakukan tips-tips di atas …insya Allah akan di kabulkan.

Salam syukur dan bahagia…!!!

Sumber : jiwasedekah .blogspot .com/2011/04/ingin-punya-anak-bersedekahlah. html